Jumat, 20 Juni 2014

Jaga target nilai tukar Rupiah, BI sarankan harga BBM naik



Bank Indonesia (BI) menilai target nilai tukar Rupiah tahun ini di level Rp 11.600 hingga Rp 11.800 per USD sudah realistis. Pencapaian angka tersebut juga telah disepakati oleh Bank Indonesia bersama jajaran Kementerian Keuangan usai rapat bersama DPR membahas asumsi dasar makro ekonomi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan di 2014.

Gubernur BI, Agus Martowardojo, mengatakan upaya pemerintah untuk memperbaiki transaksi berjalan harus terus difokuskan.
"Itu realistis, artinya Rp 11.600 - Rp 11.800 sepanjang tahun 2014 itu adalah range yang realistis," ujarnya usai rapat dengan Banggar Anggaran di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (11/6) malam.

Menurutnya, jika transaksi berjalan benar-benar bisa dijaga, ekspor baik, dan impor dapat di kendalikan, maka nilai tukar Rupiah akan sesuai target. Namun, dia tidak menampik bahwa pada sisi ekspor Indonesia masih harus menghadapi tantangan di akhir tahun karena komoditi batu bara dan minyak sawit sedang dalam kondisi tertekan.
"Harapan dan usaha perbaikan pada transaksi berjalan menjadi kunci utama mencapai nilai Rupiah sesuai asumsi makro ekonomi," jelas dia.
Dia mengatakan, hingga Juni, ekspor pada tiga komoditi utama mineral masih terhambat akibat pelarangan ekspor barang tambang mentah sesuai undang-undang Mineral dan Batu Bara. Maka dari itu, perlu langkah baru untuk melakukan perbaikan ekspor.
"Upaya perbaikan transaksi berjalan diharapkan dapat dilakukan salah satunya dengan mengurangi subsidi BBM," ungkapnya.
Dan hingga saat ini Bank Indonesia (BI) terus mendesak pemerintah untuk berani mengambil kebijakan menaikkan harga BBM subsidi jenis premium dan solar.
Pertimbangan utama, tiap tahun dana subsidi memberatkan anggaran. Ditambah lagi penggunaan BBM subsidi tidak tepat sasaran.
"Efek sosial berapapun kenaikan BBM itu sama saja. Kebijakan subsidi energi perlu dikomunikasikan memang subsidi energi tidak tepat sasaran," ucap Asisten Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, Muslimin Anwar dalam acara pelatihan wartawan Bank Indonesia di Bandung akhir pekan ini.
Menurutnya, anggaran subsidi energi seharusnya bisa dimanfaatkan untuk pos belanja atau alokasi yang tepat untuk membuka lapangan kerja dan perbaikan infrastruktur.
"Subsidi langsung juga tidak, tapi ini bentuk kail. Sehingga itu menambah lapangan kerja," tutupnya.

Sumber : http://www.merdeka.com/
               http://www.merdeka.com/

Fenomena El nino yang menyebabkan tekanan inflasi meningkat



El Nino menurut sejarahnya adalah sebuah fenomena yang pertama kali teramati oleh para nelayan Peru dan Ekuador yang tinggal di pantai sekitar Samudera Pasifik bagian timur pada bulan Desember, tepatnya menjelang hari Natal. Fenomena yang teramati adalah meningkatnya suhu permukaan laut yang biasanya dingin. Fenomena ini mengakibatkan perairan yang tadinya kaya akan ikan akibat adanya upwelling atau arus naik permukaan yang membawa banyak nutrien dari dasar menjadi sedikit jumlah ikan di perairan tersebut.
Pemberian nama El Nino itu sendiri berasal dari bahasa Spanyol, yang artinya “anak lelaki”. Suatu saat para ahli kemudian menemukan juga fenomena mendinginnya suhu permukaan laut akibat menguatnya upwelling, yang merupakan kebalikan dari El Nino.
Saat ini indikator yang digunakan untuk mengetahui fenomena El Nino adalah dengan menggunakan data indeks yang diperoleh dari Badan Meteorologi Australia (www.bom.gov.au/climate/current/soihtm1.shtml), yang disebut dengan Southern Oscillation Index (disingkat SOI). SOI diukur dari fluktuasi bulanan perbedaan tekanan udara antara Tahiti dan Darwin. Nilai SOI inilah yang menunjukkan apakah terjadi fenomena El Nino atau normal. Tabel di bawah menunjukkan acuan nilai SOI yang dijadikan acuan penentuan El Nino :

Sumber: Australia Government Bureau of Meteorology.
Dampak yang paling nyata dari fenomena El Nino adalah kekeringan di Indonesia yang menyebabkan langkanya air di sejumlah daerah dan kemudian berakibat pada penurunan produksi pertanian karena tertundanya masa tanam. Selain itu, meluasnya kebakaran hutan yang terjadi di beberapa wilayah di Kalimantan dan Sumatera juga diindikasikan sebagai salah satu dampak dari fenomena El Nino tersebut. Untuk La Nina, dampak yang paling terasa adalah hujan deras yang juga menyebabkan gagal panen pada pertanian karena sawah tergenang.
Maka berdasarkan fenomena el nino, Indonesia berpotensi terkena dampak dari el nino yaitu inflasi yang berawal dari kenaikan harga listrik yang dapat membuat naiknya harga pangan disaat menyambut bulan suci ramadhan.
Namun, inflasi Mei 2014 masih terkendali. Ini lantaran masih berlangsungnya koreksi harga beberapa bahan pangan dan stabilnya inflasi inti.
Inflai Mei 2014 tercatat 0,16 persen (month to month) atau sebesar 7,32 persen (year-on-year).
"Inflasi inti mencapai 0,23 persen (m-t-m) atau relatif stabil seperti bulan sebelumnya. Karena, didukung oleh masih menurunnya harga global di tengah depresiasi rupiah. Volatile food masih mencatat deflasi, meski dengan intensitas yang berkurang dari bulan sebelumnya," .
Tirta menyebutkan, deflasi volatile food tersebut disebabkan oleh melimpahnya produksi cabe di sejumlah wilayah. "Serta, masih berlangsungnya panen beras di beberapa daerah," ungkapnya.
Guna mengantisipasi risiko inflasi tersebut, BI akan memperkuat langkah-langkah penguatan koordinasi pengendalian inflasi, melalui forum Tim Pengandalian Inflasi (TPI). "BI menilai, inflasi sampai dengan Mei 2014 masih sejalan dengan pencapaian sasaran inflasi 4,5 persen plus minus 1 persen pada 2014."

Sumber : http://www.merdeka.com
                http://majalah1000guru.net