Bank Indonesia (BI) menilai target nilai tukar Rupiah tahun ini di
level Rp 11.600 hingga Rp 11.800 per USD sudah realistis. Pencapaian angka
tersebut juga telah disepakati oleh Bank Indonesia bersama jajaran Kementerian
Keuangan usai rapat bersama DPR membahas asumsi dasar makro ekonomi
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan di 2014.
Gubernur BI, Agus Martowardojo, mengatakan upaya pemerintah untuk memperbaiki transaksi berjalan harus terus difokuskan.
Gubernur BI, Agus Martowardojo, mengatakan upaya pemerintah untuk memperbaiki transaksi berjalan harus terus difokuskan.
"Itu realistis, artinya Rp 11.600 - Rp 11.800 sepanjang tahun
2014 itu adalah range yang realistis," ujarnya usai rapat dengan Banggar
Anggaran di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (11/6) malam.
Menurutnya, jika transaksi berjalan benar-benar bisa dijaga, ekspor baik, dan impor dapat di kendalikan, maka nilai tukar Rupiah akan sesuai target. Namun, dia tidak menampik bahwa pada sisi ekspor Indonesia masih harus menghadapi tantangan di akhir tahun karena komoditi batu bara dan minyak sawit sedang dalam kondisi tertekan.
Menurutnya, jika transaksi berjalan benar-benar bisa dijaga, ekspor baik, dan impor dapat di kendalikan, maka nilai tukar Rupiah akan sesuai target. Namun, dia tidak menampik bahwa pada sisi ekspor Indonesia masih harus menghadapi tantangan di akhir tahun karena komoditi batu bara dan minyak sawit sedang dalam kondisi tertekan.
"Harapan dan usaha perbaikan pada transaksi berjalan menjadi
kunci utama mencapai nilai Rupiah sesuai asumsi makro ekonomi," jelas dia.
Dia mengatakan, hingga Juni, ekspor pada tiga komoditi utama
mineral masih terhambat akibat pelarangan ekspor barang tambang mentah sesuai
undang-undang Mineral dan Batu Bara. Maka dari itu, perlu langkah baru untuk
melakukan perbaikan ekspor.
"Upaya perbaikan transaksi berjalan diharapkan dapat dilakukan
salah satunya dengan mengurangi subsidi BBM," ungkapnya.
Dan hingga saat ini Bank Indonesia (BI) terus
mendesak pemerintah untuk berani mengambil kebijakan menaikkan harga BBM
subsidi jenis premium dan solar.
Pertimbangan utama, tiap tahun dana subsidi
memberatkan anggaran. Ditambah lagi penggunaan BBM subsidi tidak tepat sasaran.
"Efek sosial berapapun kenaikan BBM itu
sama saja. Kebijakan subsidi energi perlu dikomunikasikan memang subsidi energi
tidak tepat sasaran," ucap Asisten Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi
dan Moneter Bank Indonesia, Muslimin Anwar dalam acara pelatihan wartawan Bank
Indonesia di Bandung akhir pekan ini.
Menurutnya, anggaran subsidi energi seharusnya
bisa dimanfaatkan untuk pos belanja atau alokasi yang tepat untuk membuka
lapangan kerja dan perbaikan infrastruktur.
"Subsidi langsung juga tidak, tapi ini
bentuk kail. Sehingga itu menambah lapangan kerja," tutupnya.
Sumber : http://www.merdeka.com/
http://www.merdeka.com/