Jumat, 20 Juni 2014

Fenomena El nino yang menyebabkan tekanan inflasi meningkat



El Nino menurut sejarahnya adalah sebuah fenomena yang pertama kali teramati oleh para nelayan Peru dan Ekuador yang tinggal di pantai sekitar Samudera Pasifik bagian timur pada bulan Desember, tepatnya menjelang hari Natal. Fenomena yang teramati adalah meningkatnya suhu permukaan laut yang biasanya dingin. Fenomena ini mengakibatkan perairan yang tadinya kaya akan ikan akibat adanya upwelling atau arus naik permukaan yang membawa banyak nutrien dari dasar menjadi sedikit jumlah ikan di perairan tersebut.
Pemberian nama El Nino itu sendiri berasal dari bahasa Spanyol, yang artinya “anak lelaki”. Suatu saat para ahli kemudian menemukan juga fenomena mendinginnya suhu permukaan laut akibat menguatnya upwelling, yang merupakan kebalikan dari El Nino.
Saat ini indikator yang digunakan untuk mengetahui fenomena El Nino adalah dengan menggunakan data indeks yang diperoleh dari Badan Meteorologi Australia (www.bom.gov.au/climate/current/soihtm1.shtml), yang disebut dengan Southern Oscillation Index (disingkat SOI). SOI diukur dari fluktuasi bulanan perbedaan tekanan udara antara Tahiti dan Darwin. Nilai SOI inilah yang menunjukkan apakah terjadi fenomena El Nino atau normal. Tabel di bawah menunjukkan acuan nilai SOI yang dijadikan acuan penentuan El Nino :

Sumber: Australia Government Bureau of Meteorology.
Dampak yang paling nyata dari fenomena El Nino adalah kekeringan di Indonesia yang menyebabkan langkanya air di sejumlah daerah dan kemudian berakibat pada penurunan produksi pertanian karena tertundanya masa tanam. Selain itu, meluasnya kebakaran hutan yang terjadi di beberapa wilayah di Kalimantan dan Sumatera juga diindikasikan sebagai salah satu dampak dari fenomena El Nino tersebut. Untuk La Nina, dampak yang paling terasa adalah hujan deras yang juga menyebabkan gagal panen pada pertanian karena sawah tergenang.
Maka berdasarkan fenomena el nino, Indonesia berpotensi terkena dampak dari el nino yaitu inflasi yang berawal dari kenaikan harga listrik yang dapat membuat naiknya harga pangan disaat menyambut bulan suci ramadhan.
Namun, inflasi Mei 2014 masih terkendali. Ini lantaran masih berlangsungnya koreksi harga beberapa bahan pangan dan stabilnya inflasi inti.
Inflai Mei 2014 tercatat 0,16 persen (month to month) atau sebesar 7,32 persen (year-on-year).
"Inflasi inti mencapai 0,23 persen (m-t-m) atau relatif stabil seperti bulan sebelumnya. Karena, didukung oleh masih menurunnya harga global di tengah depresiasi rupiah. Volatile food masih mencatat deflasi, meski dengan intensitas yang berkurang dari bulan sebelumnya," .
Tirta menyebutkan, deflasi volatile food tersebut disebabkan oleh melimpahnya produksi cabe di sejumlah wilayah. "Serta, masih berlangsungnya panen beras di beberapa daerah," ungkapnya.
Guna mengantisipasi risiko inflasi tersebut, BI akan memperkuat langkah-langkah penguatan koordinasi pengendalian inflasi, melalui forum Tim Pengandalian Inflasi (TPI). "BI menilai, inflasi sampai dengan Mei 2014 masih sejalan dengan pencapaian sasaran inflasi 4,5 persen plus minus 1 persen pada 2014."

Sumber : http://www.merdeka.com
                http://majalah1000guru.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar